Arsip | Juni, 2013

Tulisan softskill “Perkembangan Politik Indonesia Pada Masa Orlam, Orba dan reformasi” dan “Otonomi Daerah”

30 Jun

Safira Salsabila

(36412776)

1ID01

Tulisan Softskill

 

  1. A.     PERKEMBANGAN POLITIK INDONESIA PADA MASA ORDE BARU, ORDE LAMA, DAN REFORMASI
  2. 1.      Perkembangan politik pada Masa orde lama

Konfigurasi Politik Era Orde Lama 
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya.

Pada masa ini Soekarno memakai sistem demokrasi terpimpin. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka problema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”.

Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).

Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa :

1)      Gerakan separatis pada tahun 1957

2)      Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.

Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam fundamentalis itu telah mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi dialog Nasional yang seru antara yang Pro dan yang Kontra. Yang Pro memandang dari kacamata politik, sedangkan yang Kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional.

Akhirnya memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru, sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita bayar dengan biaya tinggi.

 

  1. 2.      Perkembangan Politik pada Masa Orde Baru

 Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

 Pada 1968MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 19731978198319881993, dan 1998.

Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi  dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal  28 September 1966, tepaT  16  tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik – di Eropa Timur sering disebut lustrasi – dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat “dibuang” ke Pulau Buru.

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan GolkarTNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an

 

  1. 3.      Perkembangan Politik pada Masa Reformasi

Munculnya Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :

1.       Ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum.

2.       Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam  tatanan kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3.      Munculnya suatu  keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya

 ( status quo )

4.       Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.

5.       Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.

Reformasi merupakan suatu  perubahan tatanan perikehidupan  lama dengan  tatanan kehidupan  yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.

 

 

B. OTONOMI DAERAH

1.       Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli

Beberapa pengertian otonomi daerah menurut beberapa pakar, antara lain:

Pengertian Otonomi Daerah menurut F. Sugeng Istianto, adalah:

“Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”

Pengertian Otonomi Daerah menurut Ateng Syarifuddin, adalah:

“Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan”

Pengertian Otonomi Daerah menurut Syarif Saleh, adalah:

“Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat”

Selain pendapat pakar diatas, ada juga beberapa pendapat lain yang memberikan pengertian yang berbeda mengenai otonomi daerah, antara lain:

Pengertian otonomi daerah menurut Benyamin Hoesein, adalah:

“Pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat”

Pengertian otonomi daerah menurut Philip Mahwood, adalah:

“Suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda”

Pengertian otonomi daerah menurut Mariun, adalah:

“Kebebasan (kewenangan) yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang memungkinkan meeka untuk membuat inisiatif sendiri dalam rangka mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan kebebasan untuk dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat”

Pengertian otonomi daerah menurut Vincent Lemius, adalah:

“Kebebasan (kewenangan) untuk mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah tedapat kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah namun apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut senantiasa harus disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”

 

Kesimpulan

Dari beberapa pengertian otonomi daerah yang diberikan diatas, dapat dilihat bahwa secara umum definisi yang diberikan oleh para ahli atau pakar mengenai otonomi daerah memiliki kesamaan satu sama lain. Jika seluruh pengertian tersebut dirangkum, maka akan tampak unsur-unsur sebagai berikut:

Pertama : adanya kewenangan atau kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus atau mengatur sendiri daerahnya.

Kedua : kebebasan atau kewenangan tersebut, merupakan pemberian dari pemerintah pusat dan karenanya harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau secara nasional.

Ketiga : kebebasan atau kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada  pemerintah daerah bertujuan untuk kemudahan pemanfaatan potensi lokal dalam rangka mensejahterakan masyarakat.

 

Pengertian otonomi daerah yang digunakan di Indonesia adalah pengertian sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diperbaharui beberapa kali. Dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai otonomi daerah di Indonesia telah diatur segala hal mengenai sistem otonomi daerah di Indonesia yang untuk selanjutnya dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah melalui penyusunan peraturan perundang-undangan (Peraturan Daerah) agar lebih aplikatif sesuai dengan kondisi obyektif daerah masing-masing. Pengertian otonomi daerah tersebut bisa saja mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan konsepsi otonomi daerah yang dilaksanakan di Indonesia.

Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangt-undangan.

 

2. UUD yang mengatur Otonomi daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH

2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 2

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.

(2) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

BAB II

PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS

Bagian Kesatu

Pembentukan Daerah

Pasal 4

(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undangundang. (2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.

(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.

(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.

Pasal 5

(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya

persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban Daerah

Pasal 21

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:

a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;

b. memilih pimpinan daerah;

c. mengelola aparatur daerah;

d. mengelola kekayaan daerah;

e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;

g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:

a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

c. mengembangkan kehidupan demokrasi;

d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;

e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

h. mengembangkan sistem jaminan sosial;

i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

k. melestarikan lingkungan hidup;

l. mengelola administrasi kependudukan;

m. melestarikan nilai sosial budaya;

n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan

 

3. Keberhasilan Otonomi Daerah

keberhasilan Otonomi Daerah diperlukan kesiapan Pemerintah Daerah di segala bidang, terutama kesiapan sumber daya manusia yang mampu menjawab tantangan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah untuk memberdayakan potensi daerah yang ada sehingga dari segi keuangan yang merupakan unsur utama dalam menjalankan pemerintahan daerah dapat dicapai kemandirian. 

 

Berdasarkan hasil analisis maupun pembahasan terhadap kondisi keuangan Kabupaten Sleman pada Era Sebelum Otonomi Daerah dan di Era Otonomi Daerah, maka dapat diambil kesimpulan baik secara Deskriptif maupun secara Kuantitatif/Uji Hipotesis. 

 

Analisis Deskriptif 

a. Pertumbuhan APBD di Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Rata-rata pertumbuhan APBD Sebelum Otonomi Daerah lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan APBD di Era Otonomi Daerah. 

 

b. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD Kabupaten Sleman masih sangat kecil, bahkan secara keseluruhan dari tahun ke tahun rata-rata kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD mengalami penurunan. Rata-rata kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD Sebelum Otonomi Daerah lebih tinggi dari pada konstribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD di Era Otonomi Daerah. Hal ini menunjukan bahwa di Era Otonomi Daerah, ketergantungan Kabupaten Sleman terhadap Pemerintah Pusat justru cenderung lebih besar. Sedangkan Proporsi Pengeluaran Daerah terhadap APBD sangat tinggi. Untuk itu, Kabupaten Sleman di Era Otonomi Daerah ini perlu menggali lebih banyak lagi Potensi Daerahnya, sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai Sumber Pendapatan Daerah serta diharapkan perbandingan antara jumlah pendapatan dengan jumlah pengeluaran lebih besar jumlah pendapatannya atau dapat dikatakan dengan istilah surplus pendapatan. 

 

c. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sleman mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jika dilihat dari PDRB Harga Konstan masing-masing Sektor, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran masih memegang peranan penting dalam Perekonomian di Kabupaten Sleman. Antara Sektor Pertanian dengan Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran di Kabupaten Sleman mempunyai nilai persaingan yang sangat ketat, namun yang memiliki tingkat perkembangan yang semakin meningkat adalah Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran. Hal ini disebabkan oleh menurunnya produksi Sektor Pertanian akibat lahan pertanian mulai menyempit serta mulai maraknya kegiatan ekonomi masyarakat di Sektor Perdagangan maka akan mengakibatkan berubahnya Struktur Ekonomi masyarakat Kabupaten Sleman. Sehingga Sektor Perdagangan tampaknya menjadi pilihan yang menarik bagi masyarakat. 

 

d. Perkembangan ekonomi kelompok sektor di Kabupaten dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain : Kelompok sektor Tersier, Primer dan Sekunder. Di Kabupaten Sleman kelompok yang memegang peranan penting adalah sektor Tersier yang terdiri dari (Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Sektor Persewaan, Sektor Jasa Perusahaan; serta Sektor Jasa-jasa). Kelompok sektor yang kedua adalah sektor Sekunder terdiri dari (Sektor Industri Pengolahan , Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih serta Sektor Bangunan) sedangkan kelompok sektor mempunyai nilai persentase paling rendah adalah sektor Primer yang terdiri dari (Sektor Pertanian serta Sektor Pertambangan dan Penggalian). 

 

Analisis Kuantitatif 

a. Dari hasil Analisis Kuantitatif tentang Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal, Upaya Fiskal, Matrik Potensi PAD, Rasio Aktivitas (Keserasian), Rasio Efektivitas dan Efesiensi PAD sebagai jawaban dari Hipotesis Pertama adalah sebagai berikut : 

 

1) Derajat Desentralisasi Fiskal yang telah dihitung dengan menggunakan beberapa Indikator atau Rasio yaitu : Rasio PAD dengan Total Pendapatan Daerah, Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk Daerah dengan Total Pendapatan Daerah, dan Rasio Sumbangan serta Bantuan terhadap Total Pendapatan Daerah menunjukan bahwa : 

 

(a) Kabupaten Sleman pada Era Sebelum Otonomi Daerah mempunyai rata-rata Rasio PAD dan rata-rata Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap Total Pendapatan Daerah lebih tinggi dari pada rata-rata Rasio PAD dan Rasio rata-rata Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap terhadap Total Pendapatan Daerah di Era Otonomi Daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Sleman belum mampu dalam hal pengumpulan PAD dan BHPBP. Sehingga untuk menutup anggaran daerah, Kabupaten Sleman harus berupaya keras mencari sumber pembiayaan lain sehingga ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat dapat dikurangi. Dengan cara Pemerintah Daerah menawarkan investasi suatu kawasan industri, kawasan perdagangan ataupun kawasan ekonomi lainnya, sehingga investor tidak lagi terlibat dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan birokrasi, legal sistem lainnya maupun dengan masyarakat. 

 

(b) Sedangkan Proporsi Penerimaan Daerah terhadap Total APBD antara pos PAD dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dari tahun ke tahun mengalami penurunan. 

 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dapat digolongkan Mandiri, karena rata-rata Rasio PAD-nya pada Era Otonomi Daerah selalu meningkat. Namun untuk mencapai tingkat kemandirian keuangan yang optimal, apalagi hanya mengandalkan PAD dan BHPBP maka dibutuhkan waktu yang tidak singkat. 

 

2) Kebutuhan Fiskal yang menggambarkan tingkat kebutuhan per kapita penduduk apabila pengeluaran daerah Kabupaten Sleman dibagi secara merata kepada seluruh penduduk Kabupaten Sleman, menunjukan bahwa rata-rata Kebutuhan Fiskal Standart se-D.I Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup besar. Tetapi Kebutuhan Fiskal Kabupaten Sleman belum tentu mengalami peningkatan. Indeks Pelayanan Publik per kapita Kabupaten Sleman tahun 2002 mengalami peningkatan yang sangat besar. 

 

3) Kapisitas Fiskal yang menggambarkan besarnya usaha Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman yang diwujudkan dalam PDRB untuk memenuhi pengeluaran daerahnya, menunjukan bahwa dari tahun ke tahun Kebutuhan Fiskal Kabupaten Sleman selalu bertambah sedangkan Kapasitas Fiskalnya terjadi penurunan. Dalam kondisi demikian, maka untuk menutup kekurangan tersebut masih diperlukan transfer dana dari Pemerintah Pusat. 

 

4) Dari hasil Analisis Kuantitatif tentang Upaya/Posisi Fiskal yang dihitung dengan rata-rata Perubahan PAD terhadap perubahan PDRB selama kurun waktu sebelas tahun menunjukan hasil yang berbeda. Jika menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, maka Struktur PAD cukup baik dengan hasil 1,42 (Elastis). Tetapi jika menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan menunjukan hasil yang kurang baik yaitu sebesar 0,62 (Inelastis). Sedangkan rata-rata perubahan PAD terhadap perubahan PDRB pada Era Otonomi Daerah menunjukan hasil yang baik. Baik menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku maupun Atas Dasar Harga Konstan dengan hasil 9,64 dan 9,32 (ELatis). 

 

5) Dari hasil Analisis Kuantitaif tentang Matrik Potensi PAD menunjukan bahwa : 

 

(a) Ada satu jenis Pajak Daerah di Kabupaten Sleman termasuk dalam Kategori Prima adalah Pajak Hotel dan Restoran. Pajak Hiburan serta Pajak Penerangan Jalan mempunyai kategori Potensial. Sedangkan Pajak yang berkategori Berkembang ada dua jenis antara lain adalah Pajak Reklame dan Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Galian Golongan C. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan masih tergolong berkategori Terbelakang. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Pajak Daerah di Kabupaten Sleman mempunyai potensi yang bagus sehingga diharapkan dapat terus ditingkatkan, hanya ada satu Jenis Pajak yang berkategori Terbelakang. Sementara itu, untuk Jenis Restribusi 

 

(b) Ada satu jenis Restribusi Daerah di Kabupaten Sleman di Era Otonomi Daerah yang mempunyai klasifikasi sebagai Restribusi Daerah yang berkategori Prima adalah Restribusi IMB. Ada tiga Jenis Restribusi yang tergolong dalam kategori Potensial antara lain adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan, Restribusi Pasar dan Restribusi Ijin Ketenagakerjaan. Sedangkan Restribusi yang tergolong Berkembang adalah Restribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan, Restribusi Pemakaiaan Kekayaan Daerah dan Restribusi Rumah Potong Hewan. Adapun Restribusi yang tergolong berkategori Terbelakang antara lain adalah Restribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga, Restribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akta Catatan Sipil, Restribusi Parkir di Jalan Umum, Restribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Restribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah, Restribusi Ijin Penggunaan Tanah, Restribusi Ijin Trayek, Restribusi Ijin Ganguan dan Restribusi Ijin Keselamatan dan kesejahteraan Kerja 

 

6) Berdasarkan Analisis Kuantitatif tentang Rasio Aktivitas (Keserasian) antara Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan menunjukan bahwa : 

 

(a) Rata-rata Rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran Daerah Sebelum Otonomi Daerah maupun pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sleman lebih besar dari rata-rata Rasio Belanja Pembangunan terhadap Total Pengeluaran Daerah. Dengan demikian sebagian besar anggaran hanya terserap untuk Belanja Rutin yang digunakan untuk membiayai semua keperluan daerah. 

 

(b) Pada Era Otonomi Daerah rata-rata Rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran Daerah lebih besar dari pada Sebelum Otonomi Daerah yang mengakibatkan rata-rata Rasio Belanja Pembangunan terhadap Total Pengeluaran Daerah menjadi kecil. Hal ini menunjukan bahwa di Kabupaten Sleman, Belanja Rutin lebih besar dari pada Belanja Pembangunan maka manfaat pembangunan yang diperolah masyarakat Kabupaten Sleman masih rendah. 

 

(c) Sebagian besar Belanja Rutin Kabupaten Sleman digunakan untuk membiayai Belanja Pegawai. Pada Era Otonomi Daerah rata-rata konstribusi Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Rutin mengalami penurunan. 

 

7) Analisis Kuantitatif tentang Efektivitas dan Efesiensi PAD menunjukan bahwa : 

 

(a) Pada Era Sebelum Otonomi Daerah maupun di Era Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman memiliki rasio Efektivitas PAD dari masing-masing Pos Penerimaan Daerah mengalami peningkatan. Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah semakin baik. 

 

(b) Sedangkan Pada Era Sebelum Otonomi Daerah maupun di Era Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman memiliki rasio Efesiensi PAD dari masing-masing Pos Penerimaan Daerah mengalami penurunan. Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam mengeluarkan biaya yang dikeluarkan untuk memungut Pendapatan menunjukan kinerja yang semakin efesien. 

 

(c)Berdasarkan perhitungan Analisis Kuantitatif tentang Kemandirian Daerah dan Pola Hubungan sebagai jawaban dari Hipotesis Kedua, menunjukan bahwa Kabupaten Sleman memiliki Kemampuan Keuangan yang rendah sekali yaitu dibawah 25 % sehingga dapat dikatakan bahwa Kabupaten Sleman memiliki Pola Hubungan yang masih bersifat Instruktif. Artinya peranan Pemerintah Pusat lebih dominan dari pada Kemandirian Pemerintah Daerah, (daerah tidak mampu melaksanakan Otonomi Daerah)

 

4. Pelaksanaan Otonomi Daerah

Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, kebijakan tentang Pemerintahan Daerah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Otonomi daerah memberi keleluasaan kepada daerah mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai contoh dalam kehidupan rumah tangga ada pembagian tugas diatur anggota keluarga. Pembagian tugas antar anggota keluarga mendorong lahirnya rasa tanggung jawab dalam diri setiap anggota keluarga. Tumbuhnya rasa tanggung jawab akan menumbuhkan sikap disiplin dalam setiap melaksanakan kewenangan yang diperolehnya. Dengan demikian setiap anggota keluarga akan mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya secara optimal dengan disertai rasa tanggung jawab. Pada bagian ini kalian akan mempelajari tentang pelaksanaan otonomi daerah, yang meliputi pengertian otonomi daerah dan pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik. Dengan demikian setelah mencermati uraian beserta contoh dan ilustrasi yang ada pada bagian ini, diharapkan kalian memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang mempunyai kemampuan menjelaskan hakikat Otonomi Daerah, menguraikan tujuan Otonomi Daerah , menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah, dan menganalisis berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah. Kalian juga diharapkan memiliki kemampuan menjelaskan hakikat kebijakan publik, dan mampu menguraikan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, serta mampu menganalisis dampak yang akan terjadi manakala tidak ada keaktifan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik.

5. Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah

Keuntungan dan Kekurangan Otonomi Daerah

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi di tangan pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi ini, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan dari tingkat pusat ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah tingkat pusat maka diidealkan bahwa sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.

Kebijakan otonomi dan desentralisasi kewenangan ini di lihat sangat penting, terutama untuk menjamin agar proses integrasi nasional dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Karena dalam sistem yang belaku sebelumnya sangat dirasakan oleh daerah-daerah besarnya jurang ketidakadilan struktural yang tercipta dalam hubungan antara pusat dan daerah-daerah. Untuk menjamin perasaan diberlakukan tidak adil yang muncul di berbagai daerah Indonesia tidak makin meluas dan terus meningkat pada gilirannya akan sangat membahayakan integrasi nasional, maka kebijakan otonomi daerah ini dinilah mutlak harus diterapkan dalam waktu yang secepat-cepatnya sesuai dengan tingkat kesiapan da- erah sendiri.

Dengan demikian, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan tidak hanya menyangkut pengalihan kewenangan dari atas ke bawah, tetapi perlu juga diwujudkan atas dasar prakarsa dari bawah untuk mendorong tumbuhnya kemandiriaan pemerintahan daerah sendiri sebagai faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah itu. Dalam kultur masyarakat Indonesia yang paternalistik, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah itu tidak akan berhasil apabila tidak diimbangi dengan upaya sadar untuk membangun keprakarsaan dan kemandirian daerah sendiri.

Beberapa keuntungan dengan menerapkan otonomi daerah dapat dikemukakan sebagai berikut ini.

a.       Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.

b.      Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, sehingga daerah tidak perlu menunggu intruksi dari Pemerintah pusat.

c.       Dalam sistem desentralisasi, dpat diadakan pembedaan (diferensial) dan pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi teretorial, dapat lebih muda menyesuaikan diri pada kebutuhan atau keperluan khusu daerah.

d.      Dengan adanya  desentralisasi territorial, daerah otonomi dapat merupakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan diseluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu dapat lebih muda untuk diadakan.

e.       Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah Pusat.

f.       Dari segi psikolagis, desentralisasi dapat lebih memberikan kewenangan memutuskan yang lebuh beser kepada daerah.

g.      Akan memperbaiki kualitas pelayanan karena dia lebih dekat dengan masyarakat yang dilayani.

 

Di samping kebaikan tersebut di atas, otonomi daerah juga mengandung kelemahan sebagaimana pendapat Josef Riwu Kaho (1997) antara lain sebagai berikut ini.

a.       Karena besarnya organ-organ pemerintahan maka struktur pemerintahan bertambah kompleks, yang mempersulit koordinasi.

b.      Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu.

c.       Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya  apa yang disebut daerahisme atau provinsialisme.

d.      Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan perundingan yang bertele-tele.

e.       Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk memperoleh keseragaman atau uniformitas dan kesederhanaan.

 

Sumber                        :

http://yusufhuda.blogspot.com/2013/06/perkembangan-politik-indonesia-pada.html

http://yettihidayah.blogspot.com/2011/11/kelebihan-dan-kekurangan-otonomi-daerah.html

http://semende.wordpress.com/2007/06/23/kutipan-undang-undang-tentang-otonomi-daerah/

http://asefts63.wordpress.com/materi-pelajaran/pkn-kls-9/pelaksanaan-otonomi-daerah/

http://hakimsimanjuntak.blogspot.com/2013/03/keberhasilan-otonomi-daerah_2.html

http://otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah.html

Tugas Softskill Politik Dan Strategi Nasional

30 Jun

Safira Salsabila

(36412776)

1IDO1

TUGAS SOFTSKILL

 

“POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL”

 

  1. A.     PENGERTIAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

 

 

1. Pengertian Strategi

 

Strategi berasal dari kata Yunani yaitu strategis yang artinya the art of the general. Antoine Henri Jomini (1779-1869) dan Karl Von Clausewitz secara ilmiah Jomini memberikan pengertian yang bersifat deskriptif. Ia katakan bahwa strategi adalah seni menyelenggarakan perang diatas peta dan meliputi seluruh wawasan operasi, sedangkan Clausewitz dengan tegas membedakan politik dan strategi. Dalam abad modern sekarang ini arti strategi tidak lagi terbatas pada konsep ataupun seni seorang pangliman di masa perang tetapi sudah berkembang den menjadi tanggung jawab seorang pemimpin. Strategi merupakan oleh karena penglihatan pengertian itu memerlukan intuisi. Seakan-akan orang harus merasa di mana ia sebaiknya menggunakan kekuatan yang tersedia. Disamping strategi merupakan seni, lambat laun ia juga merupakan ilmu pengetahuan. Lambat laun strategi yang tadinya hanya di gunakan dalam bidang militer, memperoleh perhatian pula dari bidang lain. Strategi pada dasarnya merupakan suatu rangkaian kerangka rencana dantindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaiyan pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban yang optimal terhadap tantangan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah sebelumnya, dan kesluruhan proses ini terjadi dalam suatu arah tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Startegi nasional adalah seni dan ilmu mengembangkan dan menggunakan kekuatan nasional dalam masa damai maupun masa perang untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan politik nasional. Dalam rangka nasional, maka strategi nasional merupakan pelaksanaan dari kebijakan nasional, atau dengan kata lain, strategi adalah politik dalam pelaksanaan. Dengan demikian maka strategi nasional sebagai rencana dan pelaksanaan harus kenyal, dinamis, disesuaikan dengan kondisi, situasi dan kemampuan disamping nilai seni.

 

2. Pengertian Politik

Kata “Politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan teia, berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian asas, prinsip, keadaaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki.
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
1. Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut Politik (Politics) yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan.
2. Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita kehendaki. Dalam arti kebijaksanaan, titik beratnya adalah adanya :
a. Negara
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada.
b. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh, atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
c. Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan
d. Kepentingan umum
Suatu asas yang dilaksanakan berdasarkan atas kepentingan untuk orang banyak diatas kepentingan golongan ataupun pribadi, demi terciptanya persatuan dan persatuan.

 

Strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional. Strategi nasional disusun untuk melaksanakan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

 

  1. STRATIFIKASI POLITIK NASIONAL NKRI

Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebgai berikut

  1. Tingkat penentu kebijakan puncak

Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar. Menitik beratkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR. Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negara dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.

  1. Tingkat kebijakan umum

Merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.

  1. Tingkat penentu kebijakan khusus

Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan tingkat di atasnya.

  1. Tingkat penentu kebijakan teknis

Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari biang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.

  1. Tingkat penentu kebijakan di daerah

Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannnya sabagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing. Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tinkat I atau II. Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan Gubernur/Kepala Daerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.

  1. C.    POLITIK NASIONAL INDONESIA PADA MASA ORDE BARU DAN REFORMASI

Tidaklah mudah memahami sejarah kontemporer, khususnya masa Orde Baru, apalagi melihatnya di tengah perkembangan politik di jamin Reformasi sebuah era yang muncul sebagai kritik dan kekecewaan terhadap kinerja Orde Baru. Kecenderungan untuk melihat hitam putih menjadi sulit dihindari. Banyak ahli yang dengan mudah turut terjebak kepada problematika teoritik maupun interes yang komplek, sehingga tidak bisa melihat sejarah politik Orde Baru dalam kacamata yang objektif. Mereka tidak kuasa mengambil jarak (withdrawl) dari arus besar yang berkembang pada era reformasi, dan kemudian melihatnya secara dikotomis, bahwa reformasi adalah “buku putih,” sedangkan Orde Baru adalah “buku hitam” dalam sejarah kepolitikan Indonesia.

Bahwa sejarah politik Orde Baru menghasilkan krisis memang tidak bisa dibantah, tetapi Orde Baru bukanlah sebuah fenomena politik yang monolitik, yang dijelaskan dengan menggunakan satu atau dua kata kunci saja. Orde Baru belakangan menanpilkan cirinya yang otoritarian. Namun sebenarnya Orde Baru juga tercatat memiliki komitmen menumbuhkan demokrasi terutama fase awal pertumbuhan Orde yang dipimpin oleh jenderal Besar Haji Muhammad Soeharto ini. Oleh karena itu ada sejumlah komentator yang menyatakan bahwa Soeharto “take off” dengan benar, tetapi kemudian “landing” dengan cara keliru.

 

1.      Periodisasi Politik Orde Baru

Jadi politik Orde Baru adalah fenomena kompleks sehingga jauh dari monolitik. Dengan demikian ada manfaatnya melihat Orde Baru dengan melakukan pentahapan seperti di lakukan oleh Andreas Vickers seorang associate professor di Universitas Wollongong Australia. Vikers membagi sejarah Orde Baru dalam tiga babak yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu fase Honeymoon, Stalinist dan fase Keterbukaan.[3]

Vikers tidak memasukkan secara khusus periode krisis pemerintahan Orde Baru, terutama pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan rezim soeharto. Selayaknya masa krisis ini dicatat tersendiri, sehingga genapnya periodesiasi politik masa Orde Baru itu meliputi sebagai berikut

a.      Periode Honeymoon

Fase pertama, mengutip pendapat Umar Kayam, Vikers menyebut periode 1967-1974 sebagai fase Honeymoon. Pada periode ini sistem politik di negeri ini relative terbuka. Bangsa Indonesia bisa menikmati kebebasan pers. Militer tidak mendominasi banyak aspek pemerintahan. Sebaliknya, militer menjalin aliansi dengan mahasiswa, kelompok islam dan sejumlah tokoh politik pada masa soekarno. Soeharto menjalin hubungan erat sehingga menjadi jalinan triumvirate yang kuat dengan Adam malik yang dikenal sebagai tokoh politik kekirian ( Tan Malakaist) dan Hamengkubuwono IX (9) yang dikenal sebagai Soekarnois liberal.

Periode ini di akhiri dengan peristiwa Malari yang sertai dengan dimulainya tekanan atas kekuatan mahasiswa di satu pihak dan di lain pihak sebuah upaya Soeharto membangun kekuatan dari tekanan lawan politik di tubuh militer. Arus politik pada masa itu memunculkan tokoh popular, Ali Moertopo dengan para pengikutnya yang menyebar di hamper semua posisi politik dan birokrasi. Bersamaan dengan itu, arus politik membawa Indonesia untuk melakukan pengintegrasian Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia pada Tahun 1976.

 

b.      Periode Stalinist

Fase kedua adalah periode tahun 1974-1988/1989 yang disebut sebagai fase Stalinist. Pada fase ini otoritarianisme menjadi cirri yang mengedepankan dalam arena kepolitikan di Indonesia. Pemerintahan menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus, Menteri P dan K mengeluarkan SK 028/1978 dan Kopkamtib mengeluarkan Skep 02/Kopkam/1978 yang membekukan kegiatan Dewan Mahasiswa, menyusul kemudia dikeluarkan SK Menteri P dan K No.0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang disertai pula dengan perangkat BKK.[4]

Kebijakan normalisasi kehidupan kampus itu diterapkan dengan dalih agar mahasiswa menjadi man of analysis dan bukan moral force atau apalagi sebagaiman political force. Dalam praktik, kebijakan itu berhasil mendepolitisasi mahasiswa. Tidak ada gerakan mahasiswa pada periode ini, kecuali gerakan-gerakan yang lingkup dan isi perjuangannya bersifat lokal, seperti gerakan protes mahasiswa terhadap pembangunan Waduk kedugombo, penurun SPP, protes pemecatan Arief Budiman di Universitas Satyawancana, protes mahasiswa Ujungpadang atas kenaikan tarif angkot.[5]

Pada fase ini militer bergandengan erat dengan Birokrasi sehingga menjadi instrument politik penguasa Orde Baru yang sangat tangguh. Lawan-lawan politik Soeharto dimarginalisasikan. Pemerintahan memberlakukan indoktrinasi ideology pancasila dalam bahasa penguasa melalui penataran P4, pengasastunggalan organisasi politik, kemasyarakatan maupun keagamaan; pemberlakuan politik masa mengambang (floating mass) setelah penasehat politik soeharto, Ali Moertopo pertama kali berbicara tentang konsep tersebut.

 

c.       Periode keterbukaan

Periode ini berlangsung pada akhir 1980-an. Pada masa ini mulai muncul kekuatan yang selama itu berseberangan dengan kekuasaan. Di parlemen muncul “interupsi” dari salah seorang anggota fraksi ABRI (sekarang TNI dan POLRI). Ada yang bilang periode ini merupakan saat-saat orang mengucapkan “good-bye” untuk menjadi manusia “yes-men”, menunggu petunjuk Bapak presiden. Dalam dunia ekonomi pemerintah mengeluarkan sejumlah deregulasi, yang mempercepat arus massuknya modal asing. Investasi dunia perbankan menjadi dipermudah.

Bank tumbuh bukan hanya di kota tetapi sampai ke kecamatan-kecamatan. Dengan modal Rp 50 juta bisa membuat bank, Bank perkreditan Rakyat (BPR). Bersamaan dengan itu, perkembangan sejarah politik internasional ditandai dengan munculnya keterbukaan ( glasnost) dan reformasi (perestroika) yang digulirkan oleh presiden Uni soviet, Michael Gorbachove.

 

d.      Periode krisis

Puncak dari keterbukaan yang berlangsung di Indonesia adalah masa krisis. Dimulai dengan krisis moneter. Kurs Rupiah di mata dolar AS merosot tajam. Ibarat kapal, negeri ini sedang dihantam ombak besar. Sejumlah petinggi negeri ini mengatakan tidak ada masalah, karena fundamental ekonomi kita cukup kuat. Ternyata tidak demikian. Indonesia terus diterpa badai moneter, kurs rupiah benar-benar tidak terkendali, sampai lebih Rp 10 ribu per dolar AS. Krisis ini disertai dengan krisis sosial politik yang tak terkendali. Kelompok kritis, dosen-dosen senior perguruan tinggi negeri di Indonesia “turun gunung” dan gelombang demonstrasi mahasiswa pecah dimana-mana. Rezim soeharto benar-benar sedang di terpa badai, dan akhirnya menyerahkan Kekuasaan kepada BJ. Habibie pada tahun 1998. Sejak itu berakhirlah rezim soeharto, dan dimulailah era baru, era reformasi. Indonesia memulai lembaran baru dalam sejarah politik, dengan awal yang tidak mudah. Tertatih-tatih bangsa ini, mengatasi kerusuhan, pembakaran, perusakan, separatism, hingga penjambretan, penodong dan berbagai bentuk kriminalitas yang tak terkendali oleh aparat.

 

2.      Hubungan Lembaga-lembaga Politik Orde Baru

Rezim Orde Baru memiliki cara-cara tertentu untuk mempertahankan kekuasaan. Hampir tidak ada institusi politik di negeri ini yang tidak berada dalam kontrol presiden, terutama setelah Orde Baru memasuki periode Stalinist. Lembaga kepresidenan begitu kuat, menjadikan cabinet berada dalam posisi subordinatif, dan bahkan parlemen tidak berdaya menghadapi kekuasaan eksekutif, termasuk lembaga peradilan yang tidak bisa berdiri secara independen sehingga kesemuanya menjadi instrument kekuasaan rezim Orde Baru. Lebih terinci, bagaimana kelembagaan itu dikendalikan presiden dapat digambarkan sebagai berikut:

 

a)      Lembaga kepresidenan yang Dominan

Lembaga kepresidenan yang sebenarnya sebuah institusi yang kompleks, bukan hanya terdiri atas presiden saja, melainkan juga Wakil Presiden dan sejumlah aparat pemerintah, sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif seperti para menteri anggota kabinet.[6] Dengan demikian, sampai dengan 1998, tidak ada orang di Indonesia yang sangat kuat, selain Presiden Soeharto. Soeharto memperoleh legitimasi sejak awal Orde Baru, terutama disebabkan karena keberhasilannya dalam membangun ekonomi, meski kemudian sejalan dengan krisis ekonomi, krisis pula legitimasi dan otoritas soeharto.

Ramlan Subarki[7] menyebut ada 5 faktor yang menyebabkan Soeharto menjadi presiden yang powerful, yaitu karena faktor:

  • Faktor konstitusi
  • Faktor budaya
  • Faktor pribadi
  • Faktor politik
  • Faktor ekonomi

Ø  Pertama, konstitusi Indonesia, UUD 1945, menempatkan ekskutif begitu kuat. Sejumlah pasal dari 13 pasal dalam UUD 1945 berkaitan dengan kekuasaan yang membuat presiden menjadi powerful dan memegang kunci kekuasaan, baik kekuasaan eksekutif, legislatif, judicial, kebijakan luar negeri dan keamanan. Terbatas sekali prinsip check and balance dalam konstitusi di Indonesia.[8]

Ø  Kedua, faktor budaya turut menjadi lembaga kepresidenan sangat kuat. Dalam budaya atau tradisi jawa, presiden dipandang sebagai layaknya Raja. Dalam berbagai kesempatan perilaku presiden lebih menggambarkan praktik budaya monarki daripada seorang kepala Negara modern. Misalnya, presiden cenderung “memberi petunjuk” kepada organisasi sosial politik, dan bukan dalam rangka artikulasi kepentingan dan kebijakan. Presiden sama dengan sabda pendito Ratu. Presiden memberikan kesempatan organisasi semacam ini memilih pimpinan yang mereka inginkan sendiri.[9]

Ø  Ketiga, faktor otoritas pribadi pemangku jabatan  presiden. Seperti juga soekarno, soeharto menduduki jabatan presiden dalam masa bakti yang cukup lama karena keunikan kualifikasi dan sifat-sifat pribadinya. Kalau soekarno menjadi penguasa kuat, karena ia adalah “fouding father” proklamator kemerdekaan, pemersatu bangsa Indonesia, maka soeharto menjadi sangat kuat karena posisinya sebagai pendiri Orde Baru, pemberantas kekejaman PKI dan penyelamat bangsa, dan “Bapak Pembangunan.” Meski soekarno juga panglima tertinggi ABRI (kini TNI), namun soeharto jauh lebih powerful dan memiliki otoritas lebih di tubuh ABRI, karena ia adalah seorang jenderal yang memang pernah memimpin pasukan.

Ø  Keempat, faktor sistem politik Orde Baru yang bercorak Birokratik Otoritarian. Sistem ini menjadikan presiden bisa memegang kekuasaan penuh dalam bidang ekonomi maupun politik yang ada. Misalnya, presiden mengangkat sisa MPR yang tidak diisi DPR, bersidang setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden dan menentukan GBHN sebanyak 100 kursi DPR disisikan bagi perwira tentara yang di angkat. Demikian pula presiden yang mengangkat sejumlah pimpinan departemen, badan dan lembaga seperti BPKP, DPA dan Mahkamah Agung.

Pengaruh presiden menyebar ke seluruh aspek kehidupan politik. Sistem pemilu, politik partai, sistem representasi kelompok kepentingan dan pemerintah daerah memberi peluang presiden dan pejabat senior untuk melakukan intervensi di semua sektor. Misalnya, praktik penelitian khusus (litsus) yang dilakukan oleh birokrasi sipil dan militer terhadap pejabat pusat dan daerah serta calon pemimpin partai menunjukkan derajat campur tangan langsung presiden terhadap berbagai institusi dan partai politik. Di tambah lagi institusi Bakorstanasda yang bisa mengendalikan berita macam apa dan siapa yang boleh berbicara kepada public.

Ø  Kelima, faktor ekonomi. Kinerja pemerintah Orde Baru dalam pembangunan ekonomi memberikan kesempatan rakyat meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah Orde Baru berhasil menaikkan produksi beras, meningkatkan angka melek huruf, pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi dan komunikasi serta membuka kesempatan kerja di lapangan industry. Dengan diberi predikat sebagai “Bapak pembangunan” menunjukkan presiden diakui memiliki peran yang besar dalam mencapai prestasi pembangunan tersebut.

 

 

b)     Lembaga peradilan yang tidak independen

Lembaga peradilan di Indonesia selama Orde Baru, Menurut Subarki,[10]lebih berkaitan dengan persoalan pertumbuhan ekonomi, dilihat dari :

1)      Masalah yang sampai ke Mahkamah Agung banyak yang berkaitan dengan sengketa tanah dan penggunaan tanah untuk tujuan pembangunan.

2)      Naiknya pajak memungkinkan untuk menaikkan gaji pejabat peradilan (gaji hakim pernah dinaikan seratus persen).

3)      Pemerintahan mendirikan delapan PTUN lengkap dengan infrastruktur bangunan, hakim dan staf serta berbagai fasilitas di seluruh Indonesia.

Semua hakim agung, termasuk para deputi diangkat oleh presiden dari daftar calon yang diusulkan oleh DPR. Namun Mahkamah Agung tidak memiliki otoritas yang cukup untuk menentukan apakah kebijakan pemerintah dan tindakannya sesuai dengan konstitusi atau tidak. Sementara itu semua hakim di daerah maupun di pengadilan tinggi adalah pegawai negeri, yang diangkat, dipromosikan, digajikan dan diawasi oleh Departemen Kehakiman. Anggaran mereka ditentukan oleh Seketariat Negara. Dengan demikian peradilan di Indonesia, termasuk Mahkamah Agung disusun sebagai bagian dari pemerintah daripada sebagai lembaga peradilan. Di kalangan pemerintah berkembang pemahaman bahwa “ hukum harus dipakai dalam rangka pembangunan.” Sehingga tidak berpikir pentingnya sistem peradilan yang independen yang sebenarnya dibutuhkan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

 

3.      Hubungan Negara dan Masyarakat

Selama masa Orde Baru Negara sangat kuat. Tidak ada perubahan yang tidak di mulau dari Negara. Masyarakat tidak memiliki ruang partisipasi politik. Masyarakat dimobilisasi oleh Negara. Partisipasi bukan bermakna turut serta merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kebijakan pembangunan. Partisipasi berubah makna menjadi turut serta member sumbangan dari proyek pemerintah yang dibiayanya kurang.

Negara menjadi sangat kuat di mata masyarakat karena Negara mengorganisasikan masyarakat yang memiliki beragam kepentingan secara korporatis. Dengan di organisasikan secara korporatis, masyarakat yang plural dapat menyalurkan kepentingan yang berbeda-beda melalui mekanisme yang tidak perlu menimbulkan konflik antar kelompok atau antar kelas. Perbedaan kepentingan kelompok dan kelas dapat diselesaikan melalui wakil-wakil mereka dalam organisasi korporatis. Dengan demikian korporatis adalah suatu usaha nyata untuk menekan konflik kelas atau kelompok kepentingan dengan baik tidak menggunakan kekerasan (coersif).[11]

Melalui pengorganisasi secara korporatis inilah Negara menaklukkan masyarakat sendiri. Negara dengan mudah memenuhi berbagai kepentingannya yang otonom, kepentingan eksklusif Negara yang tidak mencerminkan aspirasi dan tuntutan masyarakat. Sebagai implikasinya, maka masyarakat mengalami depolitasasi. Masyarakat yang tersingkir, tereksploitasi, tidak kuasa melawan tekanan-tekanan Negara. Masyarakat yang miskin seperti kaum buruh, petani, nelayan, pegawai rendahan dan yang tersisihkan lainnya tidak cukup memiliki kesadaran politik yang memadai untuk menghadapi intervensi Negara. Negaranisasi terjadi hingga sampai pedesaan tang terpencil sekalipun.[12]

 

4.      Praktik Negara hegemonik dan koersif

Negara pada masa Orde Baru menjadi sangat kuat, antara lain juga karena menerapkan cara-cara hegemoni dikombinasi dengan koersif. Hegemoni adalah cara menundukkan orang lain tidak menggunakan kekerasan, melainkan menggunakan cara-cara cultural seperti pengguna ideology, agama, nilai-nilai budaya tertentu sebagai alat kekuasaan.[13]

Dalam kerangka hegemony pemerintah Orde Baru menggunakan ideology pancasila sebagai instrument berkuasa. Pada tahun 1978 pemerintah menyusun penafsiran pancasila menjadi Eka Prastya Pancakarsa dan untuk kepentingan sosialisasi penafsiran itu diselenggarakan piñata P4 untuk seluruh lapisan rakyat Indonesia, baik pegawai negeri maupun masyarakat biasa. Tahun 1983 pemerintah juga melakukan penunggulan azaz bagi organisasi sosial kemasyarakatan, keagaman maupun politik.

 

5.     Peran Militer, Parpol dan dampaknya terhadap HAM

Rezim Orde Baru bisa dikatakan kemenangan militer, karena peranannya menjadi sangat besar. ABRI ( di kemudian hari berubah menjadi TNI ) mengitervensi politik sipil melalui doktrin dwifungsi. Dengan  doktrin ini militer memperoleh legitimasi untuk masuk ke ranah politik sipil. Antara lain dengan menempatkan tenaga militer yang aktif maunpun pensiunan di MPR, DPR, DPRD, eksekutif dan staf pemerintah pusat maupun daerah. Sejumlah lembaga Negara penting seperti Depdagri selalu dipegang ABRI. Pada tahun 1996 seperempat jabatan setingkat cabinet termasuk Menteri Agama dan jumlah besar eselon II dipegang oleh perwira yang masih dinas atau sudah pension. ABRI juga melakukan kontrol terhadap Golkar, mengawasi penduduk melalui komando territorial.[14]

Dalam konteks ini, sejalan dengan semakin tinggi tingkat kesadaran politik masyarakat, sehubungan dengan meluasnya masyarakat yang terdidik, maka semakin menyebar kekuatan kritis di masyarakat. Namun semakin kritis masyarakat, ternyata militer cenderung semakin represif. Semakin represif militer, maka semakin banyak pelanggaran HAM dan semakin sering muncul yang disebut dengan the state violencesejak dari kasus Tanjung Priok, Lampung Haor Koneng dan beberapa kasus lainnya. Kasus pelanggaran HAM yang cukup menggempar dan membuat posisi militer semakin tersudut adalah kasus penyiksaan tokoh buruh wanita, Marsinah, di jawa Timur tahun 1993. Para majikan Marsinah di tangkap, tetapi perwira di komando militer setempat.[15]

 

6.      Kebijakan Politik Aliran

Kemenangan Orde Baru, ada yang menafsirkan sebagai kemenangan “orang jawa” karena Orde Baru didominasi militer yang memerintah sejak 1966 secara prinsip tidak dekat dengan Islam. Banyak elit Orde Baru dibesarkan dalam lingkungan Hindu-jawa sehingga menjadikan mereka lebih kuat dari yang lain. Sikap permusuhan elit penguasa Islam telah mendorong pemerintah untuk melarang kembalinya masyumi tahun 1966, termasuk memangkas partai Islam dan menfusikannya kedalam PPP pada tahun 1973. Elit Orde Baru lebih cenderung berkoalisi dengan orang-orang Cina Katolik, sosial bekas anggota PSI dan sejumlah perwira militer anti Islam sengan Ali murtopo pendiri CSIS sebagai otak di belakang semua kebijakan Orde Baru. Pada SU-MPR 1973, ia “menampak umat islam” dengan mengusulkan aliran kepercayaan berstatus sebagai Agama.[16]

NB; (Perspektif Islam politik memandang hubungan Islam dan politik sebagai bersifat organic. Masalah politik, hukum maupun ekonomi diimajinasikan sebagai terkait secara structural dari sistem religious Islam yang dipahami secara skriptualistik, legistik dan formalistic. Lihat Bahtiar Efendy,Islam dan Negara : tranformasi pemikiran dan praktik politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998, hal. 48-58)

 

ERA REFORMASI

 

Ø  Pemerintahan Habibie : Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Ø  Pemerintahan Wahid : Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni1999PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di AcehMaluku, danPapua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.

Ø  Pemerintahan Megawati : Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.

Ø  Pemerintahan Yudhoyono ; Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.

Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.

 

Pergeseran Politik Era Reformasi

 

Memasuki 1998, bangsa Indonesia kemudia berhasil melakukan reformasi, melengserkan rezim monolitik. Negara lalu bukan saja mengalami delegitimasi, tetapi juga demoralisasi dimata masyarakat. Sejak itu posisi burgaining masyarakat meningkat, sehingga suara mereka jauh lebih ber “daya” sekurang-kurangnya disbanding dengan era sebelumnya. Bangsa Indonesia lalu memulai era baru dengan semagat membangun sistem yang demokratis. Era ini Nampak lebih menjanjikan ruang partisipasi bagi semua elemen masyarakat dalam berbagai kehidupan ekonomi, sosial maupun politik.

 

  1. D.    MANAJEMEN NASIONAL INDONESIA

SISTEM
Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri dari bagian-bagian yang saling
berhubungan (Inter-Relasi), saling keterpaduan (Inter-Aksi), saling bergantungan (Inter-Depedensi), untuk mencapai tujuan bersama tentunya.
Jadi pada dasarnya suatu system memenuhi prinsip-prinsip totalitas (Holistik), keterpaduan (Integralistik), dari elemen-elemen yang mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Gestalt) tertentu.

MANAJEMEN
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.

NASIONAL
Seluruh kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara (kehidupan
nasional)

CIRI-CIRI SISTEM MANAJEMEN NASIONAL

1. Keseluruhan (holistik)
2. Keterpaduan (integralistik)
3. Berdasarkan Pancasila
4. Berdasarkan Wawasan Nusantara 5. Berorientasi Ketahanan Nasional 6. Strategik.

STRUKTUR SISMENNAS
1. Tatanan Kehidupan Masyarakat (TKM)
2. Tata Politik Nasional (TPN)
3. Tata Administrasi Negara (TAN) dan Tata Laksana Pemerintah (TLP)
Inti SISMENNAS adalah Tatanan Pengambilan Keputusan Berkewenangan (TPKB) yang terselenggara pada tahap-tahap Tata Administrasi Negara (TAN) dan Tata Laksana Pemerintah (TLP) yang disebut “tatanan dalam”. Untuk pengambilan keputusan tersebut diperlukan masukan dari Tatanan Kehidupan Masyarakat (TKM) dan Tata Politik Nasional (TPN) yang disebut “tatanan luar” . Keluaran dari TPKB bermuara kembali pada system luar yakni TPN dan TKM.

FUNGSI-FUNGSISISTEM MANAJEMEN NASIONAL

Sistem manajemen nasional pada Tatanan Kehidupan Masyarakat (TKM) dan Tatanan Politik Nasional (TPN). Berfungsi untuk pengenalan kepentingan rakyat serta pemilihan kepemimpinan. Pada inti sistem manajemen nasional terdapat Tatanan Pengambilan Keputusan Berkewenangan yang merupakan fungsi-fungsi manajerial, yang mentransformasikan kepentingan masyarakat maupun kepentingan politik kedalam bentuk-bentuk keputusan administrasi berupa kepentingan umum, untuk memudahkan pelaksanaanya serta untuk meningkatkan daya-guna (efisiensi), hasil guna (efektif) dan kehematannya.

Fungsi Sistem Manajemen Nasional

Fungsi di sini dikaitkan dengan pengaruh, efek atau akibat dari terselenggaranya kegiatan terpadu sebuah organisasi atau sistem dalam rangka pembenahan (adaptasi) dan penyesuaian (adjustment) dengan tata lingkungannya untuk memelihara kelangsungan hidup dan mencapai tujuan-tujuannya. Dalam proses melaraskan diri serta pengaruh-mempengaruhi dengan lingkungan itu, sistem manajemen nasional memiliki fungsi pokok: “pemasyarakatan politik.” Hal ini berarti bahwa segenap usaha dan kegiatan Sistem manajemen nasional diarahkan pada penjaminan hak dan penertiban kewajiban rakyat. Hak rakyat pada pokoknya adalah terpenuhinya berbagai kepentingan. Sedangkan kewajiban rakyat pada pokoknya adalah keikutsertaan dan tanggung jawab atas terbentuknya situasi dan kondisi kewarganegaraan yang baik, di mana setiap warga negara Indonesia terdorong untuk setia kepada negara dan taat kepada falsafah serta peraturan dan perundangannya.

Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1) Perencanaan sebagai rintisan dan persiapan sebelum pelaksanaan, sesuai kebijaksanaan yang dirumuskan.
2) Pengendalian sebagai pengarahan, bimbingan, dan koordinasi selama pelaksanaan.
3) Penilaian untuk membandingkan hasil pelaksanaan dengan keinginan setelah pelaksanaan selesai.

DINAMISASI Sistem Manajemen Nasional

Dengan pendekatan kesisteman terhadap Sistem Manajemen Nasional yang diuraikan disini, kiranya kita dapat melihat aspek-aspek, unsure-unsur dan proses-proses yang masih perlu kita kembangkan dan mantapkan, agar seluruh unsure atau sub-sistem merupakan kesatuan yang terpadu untuk menuju pada perwujudan cita-cita Nasional.
Sistem manajemen Nasional yang diuraikan di atas adalah suatu system untuk mencapai keterpaduan upaya pola pikir, structural, fungsional dan procedural, pemetaan dan pemecahan masalah, dalam wahana atau wadah organisasi, proses sebelum, selama dan sesudah, Dalam konteks keterpaduan sebagai suatu system dari seluruh tatanan struktur Sistem manajemen Nasional.

Pada aspek arus keluar, Sistem manajemen nasional diharapkan menghasilkan:
Aturan, norma, patokan, pedoman, dan Iain-lain, yang secara singkat dapat disebut kebijaksanaan umum (public policies).
Penyelenggaraan, penerapan, penegakan, maupun pelaksanaan berbagai kebijaksanaan nasional yang lazimnya dijabarkan dalam sejumlah program dan kegiatan.
Penyelesaian segala macam perselisihan, pelanggaran, dan penyelewengan yang timbul sehubungan dengan kebijaksanaan umum serta program tersebut dalam rangka pemeliharaan tertib hukum.

Sumber          : http://ecacatherine.blogspot.com/2011/04/sistem-manajemen-nasional.html

http://pancasilazone.blogspot.com/2012/05/politik-dan-strategi-nasional.html

http://aisyaoyhaicuet.blogspot.com/2013/04/sejarah-politik-indonesia-masa-orde.html

 

 

tugas pendidikan kewarganegaraan “Ketahanan Nasional”

5 Jun

Nama              : Safira Salsabila

NPM               : 36412776

Kelas               : 1ID01

Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

“Ketahanan Nasional”

 

  1. A.      Pengertian Ketahanan Nasional

1.    Pengertian Ketahanan Nasional

       a.   Pengertian secara Umum

Ketahanan Nasional adalah kondisi hidup dan kehidupan nasional yang harus senantiasa diwujudkan dan dibina secara terus-menerus secara sinergi. Hal demikian itu, dimulai dari lingkungan terkecil yaitu diri pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan modal dasar keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan kekuatan nasional.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ketahanan nasional ialah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya, menuju kejayaan bangsa dan negara.
Hakekat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemempuan menggambarkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional.

b.    Pengertian secara Konstitusional (GBHN)

     Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis bentuk integritas kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara.

c.     Pengertian secara Operasional
Secara operasional ketahanan nasional hakekatnya adalah kondisi dinamis suatu bangsa mengandung keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kekuatan nasional dan ketahanan nasional yang tangguh akan lebih mendorong dan berhasilnya pembangunan nasional.

d. Pengertian sebagai Doktrin Dasar
Sebagai doktrin ketahanan nasional diartikan sebagai suatu pandangan yang diyakini kebenarannya, dihayati dan ditanamkan dalam bentuk pola pikir, pola sikap, pola tindak dan tingkah laku, sehingga akan terbentuk pola tindak dan tingkah laku pengelolaan sistem kehidupan nasional yang memiliki kemampuan dan kekuatan nasional yang dibutuhkan dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kehidupan nasional.

e. Pengertian sebagai Metode
Metode yang digunakan ketahanan nasional dalam pengelolaan sistem kehidupan nasional adalah metode Astagatra yang terdiri dari Trigatra dan Pancagatra.
Trigatra (Geografi, sumber alam, dan penduduk (jumlah, distribusi/penyebaran, kualitas).
Pancagatra (Ideologi, politik, ekonomi (globalisasi, strukruk, pembinaan sumber daya manusia dan dana, kemampuan manajemen, penyediaan infrastruktur, hubungan ekonomi luar negeri, pemasaran, peranan birokrasi dan pemerintah), sosial budaya, dan pertahanan keamanan).

2.    Tantangan Ketahanan Nasional

Tantangan merupakan usaha yang bertujuan atau bersifat menggugah kemampuan

3.    Ancaman Ketahanan Nasional

Ancaman merupakan hal atau usaha yang bersifat mengubah kebijaksanaan dan dilaksanakan secara konsepsional kriminal serta politis.

Pada prinsipnya adanya suatu ancaman bagi ketahanan nasional suatu bangsa yaitu ketika bangsa tersebut sudah dianggap lemah oleh si pembuat ancaman tersebut baik berupa negara atau organisasi.

Contoh Bentuk-bentuk ancaman menurut doktrin hankamnas (catur dharma eka karma) ada 2 yaitu:

       a.  Ancaman di dalam negeri
Contohnya adalah pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat indonesia.

       b.  Ancama dari luar negeri

Contohnya adalah infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme serta invasi dari darat, Udara dan laut oleh musuh dari luar negri.

Ancaman dari dalam negeri yaitu dapat berupa organisasi masyarakat yang tidak menginginkan/tidak setuju dengan kebijakan pemerintah atau ingin berpisah dari NKRI.Contoh : Gerakan Aceh Merdeka(GAM), Repoeblik Maloekoe Selatan (RMS) dan akhir-akhir ini yang sering dibicarakan di media adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dari hasil observasi yang saya lakukan dari beberapa buku yang say abaca dan dari berbagai media , Lebih dari 70% dari ancaman ketahanan nasional yang saya ketahui terjadi bukan murni dari dalam negeri tapi adanya ikut campur dari pihak luar negeri.misalnya gerakan separatis Aceh merdaka,kita tentu masih ingat kalau dibelakang organisasi tersebut ada pihak dari luar negeri sebagai penyumbang dana serta persenjataan kepada gerakan separatis terebut. Kalau kita lihat dari ancaman yang berupa terorisme,kita juga tentu belum lupa tentang peristiwa bom Bali dan hotel JW Marriot.memang kalau kita lihat pelakunya secara langsung adalah orang indonesia yaitu Imam samudra dan hambali yang sudah di hukum oleh lembaga penegak hukum. Akan tetapi kalau kita lihat siapa dibelakang iman samudra dan hambali ternyata bukan orang Indonesia yaitu Noerdin M Top yang sudah jelas berkewarganegaraan Malaysia.

Pada dasarnya kalau ketahanan suatu bangsa dalam bidang pertahanan pemerintahan maka akan berdampak langsung dalam bidang ekonomi,Kebudayaan dan lain-lain.

Ancaman dari luar negeri pada  saat sekarang tentu sudah tidak banyak lagi kita dengar kecuali di daerah timur tengah misalnya di Irak atau Palestina. Karena ancaman dalam bentuk seperti itu terjadi pada saat sebelum perang dunia ke 2. Yaitu di mana Indonesia  masih dijajah belanda.malaysia masih dijajah inggris dan  masih hampir setiap negar kalau bukan dijajah pasti penjajah negara lain. Yang saya ketahui hanya negara Thailand yang tidak pernah menjajajah dan tidak juga pernah dijajah oleh negara lain.

Akan tetapai sekarang ancaman dari negara luar bukan berarti perang pakai senjata atau saling bunuh-membunuh manusia. Akan tetapi perang dalam arti ilmu pengetahuan dan technologi serta perang dalam bentuk norma. Saya ambil contoh tentang tata kerama bangsa indonesia. Pada zaman dahulu bangsa kita terkenal akan keramahan penduduknya,sekarang yang saya rasakan berbeda dari ungkapan yang diatas terutama kalau di daerah perkotaan.dari segi cara berbicara dulunya kita dikenel dengan kesopanan berbicaranya tetapi sekarang jangankan orang dewasa anak bocah sudah banyak menguluarkan kalimat yang orang dewasapun tidak layak untuk mengeluarkan kalimat tersebut.

Dari segi pekerjaan,Sekarang sudah banyak pabrik yang mengandalkan robot atau mesin sebagai tenaga pekerjanya khususnya di pabrik yang pemiliknya adalah orang luar negeri sehinnga menimbulkan banyak pengangguran, karena pekerjaan yang seharusnya dilakukan manusia sudah digantikan oleh mesin.dan masih banyak lagi ancaman-ancaman yang kita terima terutama dalam bidang perdagangan. Dengan adanya perjanjian negara asean dengan China maka tentu saja penduduk Indonesia yang beprofesi sebagai pedagang akan merasa sangat terancam perekonomiannya.dan masih banyak lagi ancaman yang kita terima.

Tentu  saja adanya  ancaman tersebut di sebabkan lemahnya pertahanan Nasional negara kita.karena tidak mungkin ada ancaman kalau negara kita tidak memberikan peluang untuk di ancam oleh pihak lain.

4. Hambatan

merupakan usaha yang bertujuan melemahkan secara tidak konsepsional yang berasal dari diri sendiri.
5.  Gangguan

adalah hambatan yang berasal dari luar yang bertujuan melemahkan secara tidak konsepsional.

6.   Keuletan merupakan kualitas diri.

7. Ketangguhan

adalah kualitas yang menunjukkan kekuatan atau kekokohan sebagaimana dipersepsikan dari luar oleh pihak lain.
8.  Identitas

adalah ciri khas suatu bangsa dilihat secara keseluruhan yang membedakannya dengan bangsa lain.
9.  Integritas

adalah kesatuan yang menyeluruh dalam kehidupan nasional suatu bangsa, baik aspek alamiah maupun aspek sosial.

 

  1. B.                 Pengaruh Sistem Ketahanan Nasional Pada Aspek Kehidupan Nasional
  2. 1.                  Pengaruh Aspek Ideologi

Ideologi adalah suatu sistem nilai yang merupakan kebulatan ajaran yang memberikan motivasi.

Dalam Ideologi terkandung konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa. Keampuhan ideologi tergantung pada rangkaian nilai yang dikandungnya yang dapat memenuhi serta menjamin segala aspirasi hidup dan kehidupan manusia. Suatu ideologi bersumber dari suatu aliran pikiran/falsafah dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri

1)             Ideologi Dunia

a.Liberalisme(Individualisme)
Negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua orang (individu) dalam masyarakat (kontraksosial). Liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa terkecuali atas persetujuan dari yang bersangkutan. Paham liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar (intrinsik) yaitu kebebasan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara mutlak. Tokoh: Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, Herbert Spencer, HaroldJ.Laski
b.Komunisme(ClassTheory)
Negara adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas kelas lain.
Golongan borjuis menindas golongan proletar (buruh), oleh karena itu kaum buruh dianjurkan mengadakan revolusi politik untuk merebut kekuasaan negara dari kaum kapitalis & borjuis, dalam upaya merebut kekuasaan/mempertahankannya,komunisme,akan:
–    Menciptakan situasi konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
–    Atheis, agama adalah racun bagi kehidupan masyarakat.
–    Mengkomuniskan dunia, masyarakat tanpa nasionalisme.
–    Menginginkan masyarakat tanpa kelas, hidup aman, tanpa pertentangan, perombakan masyarakat dengan revolusi.
c.PahamAgama
Negara membina kehidupan keagamaan umat dan bersifat spiritual religius. Bersumber pada falsafah keagamaan dalam kitab suci agama. Negara melaksanakan hukum agama dalam kehidupan dunia.

2). Ideologi Pancasila             

Merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia. Kelima sila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung didalamnya.
Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang dari luar/dalam, langsung/tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Untuk mewujudkannya diperlukan kondisi mental bangsa yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara serta pengamalannya yang konsisten dan berlanjut.
Untuk memperkuat ketahanan ideologi perlu langkah pembinaan sebagai berikut:
a.              Pengamalan Pancasila secara obyektif dan subyektif.
b. Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu direlevansikan dan diaktualisasikan agar mampu membimbing dan mengarahkan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
c.              Bhineka Tunggal Ika dan Wasantara terus dikembangkan dan ditanamkan dalam masyarakat yang majemuk sebagai upaya untuk menjaga persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.
d. Contoh para pemimpin penyelenggara negara dan pemimpin tokoh masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar.
e. Pembangunan seimbang antara fisik material dan mental spiritual untuk menghindari tumbuhnya materialisme dan sekularisme
f. Pendidikan moral Pancasila ditanamkan pada anak didik dengan cara mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain

  1. 2.                  PENGARUH  ASPEK POLITIK
    Aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat meliputi: produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang jasa
    Usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara individu maupun kelompok, serta cara-cara yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan.
  2. 3.                  PENGARUH ASPEK EKONOMI

Sistem perekonomian sebagai usaha bersama berarti setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam menjalankan roda perekonomian dengan tujuan untuk mensejahterakan bangsa. Dalam perekonomian Indonesia tidak dikenal monopoli dan monopsoni baik oleh pemerintah/swasta. Secara makro sistem perekonomian Indonesia dapat disebut sebagai sistem perekonomian kerakyatan.

Perekonomian Indonesia dalam Pasal  33  UUD ‘45

Sosial adalah pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai kebersamaan, senasib, sepenanggungan, solidaritas yang merupakan unsur pemersatu
Budaya adalah sistem nilai yang merupakan hasil hubungan manusia dengan cipta rasa dan karsa yang menumbuhkan gagasan-gagasan utama serta merupakan kekuatan pendukung penggerak kehidupan.
Kebudayaan diciptakan oleh faktor organobiologis manusia, lingkungan alam, lingkungan psikologis, dan lingkungan sejarah.

  1. 4.                  PENGARUH ASPEK SOSIAL BUDAYA

Pertahanan Keamanan Indonesia adalah  kesemestaan daya upaya seluruh rakyat Indonesia sebagai satu sistem ketahanan keamanan negara dalam mempertahankan dan mengamankan negara demi kelangsungan hidup dan kehidupan bangsa dan negara RI.
Pertahanan keamanan negara RI dilaksanakan dengan menyusun, mengerahkan, menggerakkan seluruh potensi nasional termasuk kekuatan masyarakat diseluruh bidang kehidupan nasional secara terintegrasi dan terkoordinasi.

  1. 5.                  PENGARUH ASPEK HANKAM

Ketahanan pada Aspek Pertahanan Keamanan yaitu :

a. Mewujudkan kesiapsiagaan dan upaya bela negara melalui penyelenggaraan SISKAMNAS (Sistem Keamanan Nasional).
b. Indonesia adalah bangsa cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan dan kedaulatan.
c. Pembangunan pertahanan keamanan ditujukan untuk menjamin perdamaian dan stabilitas keamanan.
d. Potensi nasional dan hasil-hasil pembangunan harus dilindungi.
e. Mampu membuat perlengkapan dan peralatan pertahanan keamanan.

f. Pembangunan dan penggunaan kekuatan pertahanan keamanan diselenggarakan oleh  manusia- manusia yang berbudi luhur, arif, bijaksana, menghormati HAM, menghayati nilai perang, dan damai.

g. TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang berpedoman pada Sapta Marga.

h. POLRI sebagai kekuatan inti KAMPTIBMAS berpedoman pada Tri Brata dan Catur Prasetya.

 

Sumber            : http://gracellya.wordpress.com/2012/04/16/ketahanan-nasional/

                        http://ichaimucu.wordpress.com/2011/04/28/pengaruh-ketahanan-nasional-pada-aspek-poleksosbudhankam/

http://saefullohlipana.blogspot.com/2011/05/ketahanan-nasional.html